Judul Buku: Pelayaran Emas 50 Tahun Asterawani
Terbitan: Angkatan Sasterawan dan Sasterawani (1433/2012)
Tebal: 176 halaman
Jenis Buku: Antologi Sajak Ahli Asterawani
Membaca buku yang berjudul
Pelayaran Emas 50 Tahun Asterawani ini mengantarkan kita kepada macam tema-tema
agama, sosial, adat, sejarah dan budaya. Secara langsung disampaikan ke dalam
sebuah sajak/puisi yang kuat dan baik. Nasehat-nasehat tertera jelas pada
sajak-sajak penyair yang ikut serta, begitu juga dengan pesan bagaimana
perjuangan para penyair mempertahankan iklim kepenulisan di Brunei. Menjaga
tatanan bahasa Melayu dalam sebuah karya yang segar dan terus berkembang.
Buku ini terbit tahun
2012, untuk menyambut 50 tahun Asterawani sejak 9 Julai 1962 sampai 9 Julai
2012. Pelayaran panjang yang diarungi penyair-penyair tanah melayu menemui
banyak pelajaran hidup, bukan sahaja tentang sajak dan puisi, tapi juga
bagaimana menjaga silaturahmi dalam bersahabat, berkeluarga dalam satu wadah
kepenulisan.
Pada beberapa tajuk dalam
buku ini mengandung pesan-pesan soal agama, hubungan manusia dengan Tuhan,
hubungan Tuhan dan manusia. Nasehat kepada kawan, keluarga dan orang yang telah
berpulang. Bukan sahaja membawa sampai disana, para penyair juga memperkatakan
selari dengan ajaran agama Islam, mereka tahu sekali bahwa agama resmi mereka
harus dijaga sampai denyut nadi tak berjalan lagi. Penyair juga mengingatkan
dalam sajaknya banyak hal, seperti dalam sajak Firdaus H.N yang bertajuk
“Jazirah Arab Di Ambang Sekarat”, bahwa penyair telah melihat bahaya serta
ancaman terhadap agama Islam dari anasir-anasir Yahudi yang mencoba mempengaruhi
banyak orang untuk melawan Islam.
Dekat ini
Dunia menyaksikan era
Penjajahan bentuk baru
Yang penuh strategik
Penuh tragik
Tajaan Yahudi yang licik
Dikhabarkan Tuaahan
Dalam Al-Quran, tafsirannya kira-kira:
“Mereka
tidak akan berhenti dan berdiam diri atau berpeluk tubuh. Selagi kamu tidak
masuk dalam golongan mereka.”
Tema-tema agama secara keseluruhan mengisi buku ini,
ulasan yang dituangkan dengan bermacam tajuk persajakan, penyair memahami
sekali falsafah mereka sebagai orang melayu yang penuh nasehat dan sopan, lebih
mengutakan tersirat daripada tersurat. Sajak yang ditulis 41 penyair tanah
melayu membawakan sajian bergizi untuk dibaca. Terlepas dari pengaruh bacaan
luar, generasi selanjutnya tentu sangat memerlukan buku ini sebagai bahan referensi.
Jadi sesuatu hal yang wajar jika dalam buku ini banyak sekali memuat tajuk
agama, Brunei memang tumbuh dengan agamanya yang kuat, peraturan syari’at
dipegang teguh. Brunei termasuk daratan
Melayu yang serumpun masih memegang erat Melayu moyang, selain Malaysia dan
Indonesia.
Namun dari beberapa sajak yang tergabung dalam buku ini
masih mengalami beberapa masalah, typo, tajuk yang masih mengalami kelemahan
dalam persajakkannya. Buku ini tidak memakai daftar isi, sehingga pembaca sukar
menemukan satu-satu tajuk yang ingin dibacanya melalui judul/nama. Sajak masih
menggunakan gaya lama yang memainkan: rima, irama, persajakan dan bunyi A,B,A,B. Gaya Pantun, Gurindam, Mantera, Seloka, Talibun masih terlihat
kental. Diluar itu semua, sebagai
pembaca yang paham Melayu, maka ia akan menyukai buku ini, bahawa begitu banyak
pesan yang disampaikan.
Karya Haji Mariat Bin haji Abdullah sangat sinkron dengan situasi sekarang; Kepura-puraan itu dimiliki semua insan terlebih kepada penghajat maunnya kepuasan diri wajahnya bertopeng riang kesempatan dimanfaatkan secerdiknya selagi berbulan berbintang.
Sajak ini seperti menghabarkan pelbagai liku kehidupan
yang penuh dengan kepura-puraan. Semua peristiwa dibaluti banyak
kepuraa-puraan, apalagi penghajat. Penyair yang menejawantahkan sajaknya
melalui buku ini adalah sebuah pemikiran yang layak diapresiasi, mereka sejak
lama menjaga segala adab dan adat mereka dengan agama yang kuat, sehingga masih
bisa bertahta di dunia persajakan.
catatan: Ulasan ini sudah pernah ikut even tahunan persatuan penyair Malaysia (Asean)
Post a Comment
Post a Comment